14 Oktober 2008

Perang Salib II, lanjutan


Perang Salib II (1145-1149 AD)


Perang ini berselang 49 tahun sejak perang salib I berakhir. Secara garis besar perang salib ini terdapat 2 ekspedisi besar. 


Ekspedisi yang pertama adalah menuju ke Asia Kecil untuk merebut wilayah-wilayah sekitar tanah suci yang dikuasai oleh kaum muslim. 


Ekspedisi yang kedua memiliki misi untuk meng-kristen-kan kaum pagan bangsa Slavia yaitu Denmark, Sachsen dan Polandia di Eropa


Perang Salib II merupakan kekalahan total bagi kerajaan-kerajaan kristen yang merupakan Tentara Salib. Kekalahan ini jika dilihat lebih detail lebih diakibatkan karena kurang solidnya antar kerajaan-kerajaan kristen dan yang paling memperparah kekalahan adalah adanya intrik-intrik yang dilakukan kerajaan kristen di Asia Kecil yang melakukan kerjasama dengan pihak Kesultanan muslim atas dasar kesamaan kepentingan untuk memperoleh daerah kekuasaan


Kampanye awal Perang Salib yang memiliki misi mempersatukan eropa yang memiliki musuh yang sama untuk merebut tanah suci, dibelokkan menjadi suatu peperangan pertumpahan darah yang sia-sia untuk memperebutkan wilayah kekuasaan.


Sebelum mengulas lebih jauh tentang Perang Salib II, ada baiknya saya ulas dulu apa yang melatar belakangi Perang Salib II dan bagaimana suasana kerajaan-kerajaan di Eropa dan Asia Kecil pada masa itu.


Setelah keberhasilan Perang Salib I, berdiri 3 kerajaan di timur yang bertujuan untuk mempertahankan wilayah-wilayah yang sudah direbut pada Perang Salib I. 


Kerajaan itu adalah Kerajaan Yerusalem, Kerajaan Antiokhia dan Caunty Eddesa. Lalu 1 kerajaan lagi didirikan pada tahun 1109, yaitu County Tripoli. 


Di antara keempat kerajaan tersebut, Eddesa merupakan yang terlemah. Berkali-kali harus mengalami serangan dari kerajaan muslim yang dikuasai oleh Ortoqid, Danishmend dan Seljuk. 


Pimpinan Eddesa, Baldwin II dan Joscelin sampai tertangkap dua kali dan akhirnya Joscelin terbunuh pada pertempuran di tahuan 1131. 


Penerusnya adalah Joscelin II dipaksa untuk menjalin kerjasama dengan Byztanium, namun persekutuan tidak lama karena pemimpin Byztanium, John II Comnenus meninggal dan juga diikuti oleh raja Yerusalem, Fulk dari Anjou pada tahun 1143


Joscelin II juga sedang bertikai dengan Raja Tripoli dan Pangeran Antiokhia, sehingga semakin melemahkan posisi Eddesa.


Pada tahun 1128, Aleppo direbut oleh Zengi, Atabeg dari Mosul. Aleppo merupakan kunci kekuatan di Suriah. 

Zengi lalu mengalihkan perhatiannya untuk menguasai Damaskus yang dikuasai oleh Dinasti Burid. 

Untuk menghalau kepungan pasukan Zengi, Dinasti Burid melakukan kerjasama dengan Fulk pada tahun 1139 dan 1140. 

Pada tahun 1143, Zengi memanfaatkan momen kematian Fulk untuk menyerang Eddesa dan membutuhkankan waktu sebulan untuk menguasai kota tersebut. 

Pada akhir tahun 1144, Joscelin II bekerja sama dengan Ortoqid untuk kembali merebut Eddesa. Walau dengan bantuan Manasses dari Hierges dan Philip dari Milly, Eddesa tidak bisa direbut dari Zengi. 


Namun pada tahun 1146 terbunuh oleh budaknya sendiri dan lalu diganti oleh anaknya, Nurrudin. Kematian Zengi tidak bisa membuat Joscelin II merebut kembali Eddesa.


Jatuhnya Eddesa ketangan pejuang Muslim akhirnya terdengar juga sampai ke eropa. Paus Eugenius III yang menerima laporan dari Uskup Hugh dari Jabala tentang keadaan itu langsung memerintahkan untuk melaksanakan Perang Salib II. 


Paus Eugenius III lalu memerintahkan Uskup Bernard dari Clairvaux untuk melakukan khotbah untuk memperoleh dukungan untuk perang Salib II. Sambutan yang besar diperoleh dari Raja Perancis, Louis VII dan Raja Jerman, Conrad III. 


Kedua kekuatan militer dari dua kerajaan besar di eropa ini yang nantinya memimpin ekspedisi ke selatan untuk merebut kembali wilayah-wilayah yang sudah direbut oleh para pejuang Muslim. 


Jerman ternyata tidak sepenuhnya mendukung ekspedisi ke Asia Kecil. Hanya Jerman Selatan yang dengan antusias berangkat sebagai peserta pasukan salib, Jerman bagian utara tidak ada ketertarikan untuk terlibat dengan ekspedisi tersebut karena lebih tertarik untuk menyerang bangsa Slavia yang beragama Pagan. 


Perang Salib Wend, itulah yang dikenal untuk peperangan melawan kaum pagan eropa yang dipimpin oleh Henry si Singa. Pembantaian terjadi dan akhirnya bangsa Slavia menyerah dan setuju untuk membaptis Garnisium Gobin. 


Menurut Uskup Bernard, tujuan Perang Salib Wend ini adalah mengubah bangsa Slavia yang pagan agar memeluk Kristen. Namun tentara salib gagal untuk melakukan misi tersebut karena setelah Tentara Kristen dibubarkan, mereka kembali memeluk Pagan. Pada akhir perang ini, Mucklenberg dan Pomerania mengalami banyak penjarahan dan pembantaian oleh tentara Henry si Singa.

Pada tahun 1147, Paus mengatur ekspansi perang salib ke Semenanjung Iberia dengan meminta bantuan Alfonso VII dari Leon. 

Dengan dibantu Ramon Berenguer IV dan Angkatan Laut Genova-Pisa, pada Oktober 1147 Alfonso VII memimpin tentara salib Katalan dan Perancis untuk merebut kota pelabuhan Armeria. 

Ramon Berenguer lalu menyerang wilayah Taifa Murabitun, di Valencia dan Murcia. Ia lalu merebut Tortosa atas bantuan tentara salib Perancis dan Genova. Setahun kemudian merebut Fraga, Lleida dan Mequinensa


Di tempat lain di waktu yang hampir bersamaan,
Pada Mei 1947, kontingen pertama Perang Salib II bertolak dari Dartmouth, Inggris menuju tanah suci. 

Pada 16 Juni 1147, kontingen terpaksa mendarat di kota Porto. Lalu mereka dibujuk oleh Alfonso I dari Potugal untuk membantunya merebut Lisbon dari penguasa Moor. 

Setelah Lisbon dikuasai, sebagian kontingen Tentara Salib menetap disana dan sebagian lagi bertolak ke Tanah Suci.


Di Entapes, tentara salib Perancis bertemu dengan tentara salib dari Jerman untuk membicarakan rute yang akan mereka ambil. 

Jerman mengambil rute melewati Hongaria karena ingin menghindari wilayah Sisilia yang dipimpin oleh Raja Roger II, yang merupakan musuh dari Raja Conrad III. 

Kontingen tentara salib Jerman terdiri dari Franconia, Bayern dan Swabia akhirnya tiba di Byzantium dengan 200.000 tentara dimana sebelumnya pasukan Ottokar III dari Styria bergabung dengan pasukan Conrad di Wina. Pada tanggal 10 September, mereka tiba di Konstantinopel. Conrad memilih untuk tidak menunggu kontingen Perancis dan langsung menyerang Iconium, ibukota Kesultanan Rum. 


Conrad lalu membagi pasukannya menjadi dua devisi dimana salah satunya dia yang memimpin dan satunya dipimpin oleh Otto dari Freising. 

Pasukan Conrad berusaha menghancurkan Turki Seljuk, namun malah pasukannya yang mengalami kekalahan total dan terpaksa mundur kembali ke Konstantinopel pada 25 Oktober 1147. 
Devisi Otto mengambil rute sebelah selatan Mediterania dan juga akhirnya mengalami kekalahan di awal tahun 1148.

Kontingen Perancis bertolak dari Metz pada Juni 1147 yang dipimpin oleh Louis VII, Thierry dari Elsas, Renaut I dari Bar dan Amadeus III dari Savoy. Dalam perjalanan, pasukan lalu bergabung dengan pasukan dari Normandia dan Inggris. 


Manuel pada saat itu menghentikan pertikaian militernya dengan Kesultanan Mur guna bisa mengkonsentrasikan perhatiannya terhadap pertahanan Byztanium terhadap tentara salib. 


Cukup aneh memang tapi itu ternyata beralasan karena pada Perang Salib I, tentara salib memiliki reputasi buruk yang telah melakukan pencurian dan pengkhianatan. Namun Raja Louis bisa membina hubungan baik dengan Manuel, jauh lebih baik daripada yang dilakukan Conrad. 


Kontingen Perancis lalu berangkat ke Asia Kecil dengan menyebarangi Bosporus dengan perahu. Kontingen Perancis kembali mendapat bantuan dari pasukan Sovoy, Auvergne dan Montferrat. 


Namun bantuan tidak datang dari Byztanium seperti pada Perang Salib I. Dengan alasan baru diserang oleh pasukan Roger II dari Sisilia, pasukan Byzantium dibutuhkan di Balkan. 


Di Nicea, Louis bertemu dengan sisa pasukan Conrad yang sudah dipukul mundur pasukan Seljuk. 

Mereka lalu bergabung dan mengikuti rute yang pernah digunakan oleh Otto lalu tiba di Efesus. Perang pecah di luar Efesus antara kontingen gabungan Perancis dengan pasukan Turki Deljuk, dan dimenangkan oleh Pasukan Perancis.

Pasukan lalu bergerak ke Laodicea pada tahun 1148 dimana sebelumnya di tempat itu pasukan Otto telah dihancurkan oleh Turki. 

Pasukan Turki lalu menyiapkan jebakan di Adalia sehingga menyebabkan pasukan Perancis mengalami kekalahan besar dan dengan usaha yang keras akhirnya bisa mundur dan tiba di Antiokhia pada tanggal 19 Maret. 

Louis disambut oleh paman istrinya, Raymond dan meminta Louis untuk membantunya bertahan dari serangan Seljuk dan juga melakukan ekspedisi untuk menyerang Aleppo. Louis menolaknya karena ingin melanjutkan ziarahnya ke Yerusalem dan ingin melupakan tujuan militer dari Perang Salib. 


Louis lalu meninggalkan Antiokhia menuju Tripoli. Fulk, Patriark dari Yerusalem lalu menjemput Louis di Tripoli untuk pergi ke Yerusalem. Di Yerusalem, Dewan Haute Caur mengatur pertemuan di Akko yang bertujuan untuk menyusun rencana terbaik untuk tentara salib. 

Pertemuan itu sama sekali tidak dihadiri oleh orang dari Antiokhia, Tripoli dan bekas Eddesa. 

Dewan membujuk Louis dan Conrad untuk melakukan penyerangan ke Damaskus. Namun Bangsawan Yerusalem berpendapat itu bukanlah keputusan yang bijaksana karena Dinasti Burid yang menguasai Damaskus merupakan sekutu Yerusalem walau beragama Islam. 


Sekutu itu bertujuan untuk menangkal serangan dinasti Zengid. Namun Conrad, Louis dan Baldwin berkeras untuk menyerang Damaskus. Pada bulan Juni, 50.000 tentara terkumpul di Tiberias.

Saat tentara salib akan menyerang Damaskus, Dinasti Burid sudah menggalang kerjasama dengan Saifuddin Ghazi I dari Aleppo dan Nuruddin Zengi dari Mosul. 


Penyerangan ini merupakan kesalahan besar karena kekalahan besar dialami oleh tentara salib sehingga memaksa mereka mundur lagi ke Yerusalem. 

Kekalahan telak ini diakibatkan adanya rasa saling curiga dan tidak percaya antar tentara salib. 

Serangan terhadap Damaskus membawa petaka buat Yerusalem karena Damaskus tidak lagi mempercayai Kerajaan tentara salib yang lalu menyebabkan kota tersebut dikuasai oleh Nuruddin pada tahun 1154. 


Pada tahun 1153 Baldwin III mengepung Ascalon sehingga melibatkan Mesir ke dalam konflik ini. Yerusalem mampu merebut Kairo pada tahun 1160 namun bantuan dari eropa tidak kunjung datang. 


Raja Amalric I dari Yerusalem bersekutu dengan Byztanium untuk menghalau serangan Mesir dan berusaha menginvasi Mesir pada tahun 1169, namun gagal. Pada tahun 1171 Saladin, keponakan dari salah satu jendral Nuruddin diangkat menjadi Sultan Mesir. 


Saladin akhirnya mampu mempersatukan Mesir dengan Suriah guna mengepung Kerajaan Tentara Salib. Sementara itu aliansi Yerusalem dengan Byztanium berakhir dengan wafatnya Manuel I pada tahun 1180. Pada tahun 1187, Yerusalem berhasil direbut oleh Saladin dan terus menuju ke Utara sampai akhirnya semua wilayah Kerajaan Tentara Salib direbutnya. Hal inilah nantinya sebagai pencetus Perang Salib III.

(Berlanjut ke posting berikutnya)

Tidak ada komentar: