Jika
mendengar "perang salib", saya selalu berpikir perang antar agama,
yaitu perang antara Kristen dan Islam dalam memperebutkan Yerusalem yang
merupakan tanah suci umat Yahudi, Nasrani dan Islam yang terjadi di jaman
pertengahan (abad ke-11).
Sesungguhnya
agama Nasrani, Muslim dan Yahudi lahir dan bermula di Yerusalem. Motif dari
perang salib menjadi terkesan tidak berdasar karena Yerusalem bukanlah milik
umat Nasrani saja.
Sisi
positif dari perang salib adalah adanya pertukaran kebudayaan dan juga
teknologi antar benua eropa dan asia yang mendorong munculnya era Renaissance.
Era ini dikatakan merupakan era kebangkitan dari kebudayaan eropa kuno, yaitu
era Yunani dan Romawi Kuno. Era ini merupakan era kebangkitan dari teknologi,
seni dan budaya eropa setelah berabad-abad berapada pada "Era Kegelapan".
Era Kegelapan adalah suatu era dimana pengaruh Gereja Katolik terlalu dominan
dalam kehidupan masyarakat eropa, seperti politik, ekonomi dan budaya.Pada
hakekatnya, Perang Salib bukanlah Perang Agama namun lebih kepada perang
memperebutkan daerah kekuasaan suatu daerah yang sangat strategis karena
merupakan pintu gerbang perdagangan antara eropa dan asia.
Perang Salib adalah gelombang pertikaian
bersenjata yang dimulai oleh kaum Kristiani pada tahun 1095 atas restu Paus
yang mengatasnamakan Agama Kristen untuk menghancurkan dan mengusir kaum Muslim
dari kota Yerusalem.
Keputusan
untuk berperang awalnya atas permohonan dari Kekaisaran Byzantium yang beragama
Kristen Ortodox Timur untuk melawan ekspedisi Dinasti Seljuk yang beragama
Islam yang ingin menguasai Anatolia (Turki kuno).
Sebelum
perang salib, baiknya kita lihat dulu keadaan eropa pada saat itu.
Pada
masa itu Kekaisaran Byzatium sudah mengalami kemerosotan karena gelombang
serangan dari bangsa Muslim Turki.
Pecahnya
Kekaisaran Corolingian pada akhir abad ke-9 dan gerakan peng-kristen-an
bangsa-bangsa petarung seperti Viking, Slav dan Magyar menyebabkan banyak
petarung-petarung bangsa itu tidak lagi berperang..
Kaum
petarung ini yang sudah terbiasa dengan peperangan, perebutan wilayah,
penindasan dan kekerasan harus menerima kampanye anti kekerasan oleh geraja
masa itu.
Pada
masa itu juga kesatri-kesatri Iberia harus berperang melawan kaum Moor Islam
yang telah mendudukin Semenanjung Iberia selama 2 abad.
Perang
Salib I (1095-1099 AD)
Yang
melatarbelakangi Perang Salib adalah misi Paus Urbanus II untuk menyatukan
kerajaan-kerjaan Kristen Di Eropa. Pada masa itu, hampir seluruh kerajaan di
Eropa memeluk agama Katolik, kecuali Kekaisaran Byzntium dari Konstantinopel
yang pada saat itu dipimpin oleh Kaisar Alexis. Satu agama tidak membuat
kerajaan-kerajaan di eropa bisa akur satu sama lain. Peperangan sering terjadi
dengan alasan perebutan daerah kekuasaan sehingga membuat rakyat sangat
menderita.
Pada
saat Kaisar Alexis memohon bantuan Kepausan untuk melawan Muslim Turki, Paus
Urbanus II melihat adanya musuh bersama yang bisa dimanfaatkan untuk menyatukan
kerajaan-kerajaan Kristen di eropa. Walaupun sebelumnya Paus sudah mengucilkan
Patriark Konstantinopel dan Kristen Ortodoks Timur tidak lagi satu gereja
dengan Katolik tidak lagi dipertimbangkan.Pada tahun 1095, Urbanus mengadakan
Konsili Clermont.
Di
sana ia menyampaikan kotbahnya yang menggerakkan: "Telah tersebar sebuah
cerita mengerikan ... sebuah golongan terkutuk yang sama sekali diasingkan
Allah ... telah menyerang tanah (negara) orang Kristen dan memerangi penduduk
setempat dengan pedang, menjarah dan membakar." Ia berseru:
"Pisahkanlah daerah itu dari tangan bangsa yang jahat itu dan jadikanlah
sebagai milikmu.". "Deus vult! Deus vult! (Allah
menghendakinya)," teriak para peserta.
Ungkapan
itu telah menjadi slogan perang pasukan Perang Salib. Mulailah utusan-utusan
Paus berkeliling eropa untuk memperoleh dukungan untuk "perang suci"
tersebut.
Para
kesatria yang haus peperangan menyambut antusias kampanye tersebut, walau
awalnya agak terkejut karena tujuan perang adalah demi agama. Untuk memperoleh
lebih banyak dukungan, Paus dan pengikutnya menyebarluaskan
"keuntungan" dari peperangan melawan kaum muslim tersebut.
Paus
mengatakan bahwa orang-orang yang mati dalam "perang suci" ini akan
memperoleh pengampunan Tuhan akan dosa-dosanya dan akan langsung masuk sorga.
Dimulai
lah ekspedisi kerajaan-kerajaan Kristen eropa ke Konstantinopel dan Yerusalem.
Didukung oleh kekaisaran Byztanium, "Tentara Salib" ini mulai merebut
kota Antiokhia dan Yerusalem.
Banyak
penulis yang menggambarkan peperangan tersebut bagai banjir darah sampai
setinggi tungkai kuda. Penggambaran ini bukannya tanpa alasan, prinsip Tentara
Salib adalah tidak mengakui tawanan sehingga membunuh semua musuh-musuhnya.
Ekspedisi
ini berjalan sangat sukses sehingga setelah kota-kota tersebut berhasil
diduduki, mereka lalu mulai mengganti taktik menyerang menjadi bertahan dengan
membangun benteng-bentang baru. Lalu ditunjuk lah Godfrey dan Bouillon sebagai
penguasa Kerajaan Latin di Yerusalem.
Legenda
Kesatri Templar pelindung Yerusalem muncul pada masa itu. Momentum perang salib
ini juga dimanfaatkan oleh Jerman dan Prancis untuk melaksanakan Perang Salib
Rakyat dimana tentara-tentara Jerman dan Prancis menyerang komunitas Yahudi.
Pada
era perang salib I juga berkembang anggapan bahwa bagi tentara yang diutus ke
timur untuk melawan kaum muslim kembali ke kerajaan asalnya tanpa ikut
berperang, dianggap sebagai suatu hal yang memalukan.
(Dilanjutkan
pada posting berikutnya)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar